Jakarta Utara Pos – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mengadakan pertemuan penting dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Konawe Selatan untuk membahas kasus dugaan penganiayaan yang dialami oleh seorang siswa berusia 8 tahun, yang dilakukan oleh guru honorer SDN 4 Baito, Supriyani. Pertemuan ini diadakan untuk mencari solusi terkait masalah yang telah viral di media dan masyarakat.
Komisioner KPAI, Ai Maryati Solehah, menyatakan harapannya agar semua pihak yang terlibat dalam permasalahan ini dapat menyamakan persepsi untuk mencapai kesepakatan yang baik. “Poin utama yang perlu dibahas adalah laporan yang diterima pada April 2024 mengenai dugaan penganiayaan,” ungkap Maryati saat ditemui di Konsel, Jumat (25/10).
Dalam upaya menyelesaikan kasus ini, KPAI berencana untuk segera melakukan langkah-langkah konkret. Salah satu langkah tersebut adalah menemui anak korban dan pihak sekolah, untuk memastikan bahwa hak-hak anak, termasuk hak pendidikan, tetap terjaga. “Pihak sekolah harus mendukung anak untuk tetap bersekolah,” tegasnya.
Maryati juga mengekspresikan keinginannya untuk bertemu dengan terduga pelaku, Supriyani. Ia ingin mendengar langsung penjelasan dari pihak terduga mengenai insiden yang terjadi. Namun, rencana tersebut belum terlaksana. KPAI juga menyerukan agar proses persidangan dilakukan secara tertutup, mengingat korban dan saksi adalah anak-anak. “Melihat korban dan saksi adalah anak-anak, kami meminta agar proses ini tidak terbuka untuk umum,” tambahnya.
Maryati menekankan bahwa KPAI tidak memihak salah satu pihak dalam kasus ini, melainkan berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk kedua belah pihak. Ia juga menghargai respons cepat semua pemangku kepentingan dalam menyikapi kasus ini.
Dalam pertemuan tersebut, anggota tim KPAI, Aris Adi Leksono, meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Konawe Selatan dan KPAD untuk mencabut edaran yang telah viral mengenai larangan penerimaan siswa korban di seluruh sekolah dasar di Kecamatan Baito. “Surat itu harus ditembuskan kepada KPAI,” tegasnya.
Perwakilan Peksos Perlindungan Anak Kabupaten Konsel, Firli Ahmad, juga menyoroti pentingnya memperhatikan kondisi mental anak pasca-kejadian. “Kami harus fokus pada kondisi anak sejak kasus ini terjadi. Apakah mereka mengalami trauma atau takut untuk bersekolah,” ujarnya. Firli menambahkan bahwa selama pendampingan, mereka berharap kasus ini tidak berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi, tetapi sayangnya, situasi menjadi lebih kompleks.
Hasil dari pertemuan ini menghasilkan lima kesimpulan penting:
1. KPAI menghadapi kendala dalam melakukan pengawasan terhadap kasus ini, dan mereka ingin bertemu dengan terduga pelaku, namun belum diberikan kesempatan.
2. KPAI menjamin hak pendidikan anak harus tetap terjaga.
3. KPAI akan menekankan kepada PGRI untuk tidak mendiskriminasi anak yang menjadi korban atau saksi.
4. KPAI mengimbau agar dalam proses hukum, status korban dan saksi sebagai anak-anak harus selalu diutamakan, dan diharapkan proses persidangan dilakukan secara tertutup.
5. KPAI menyerukan semua pihak untuk menghormati seluruh proses hukum yang sedang berlangsung.
Dengan langkah-langkah tersebut, KPAI berkomitmen untuk terus melindungi hak-hak anak dan memastikan pendidikan mereka tidak terhambat akibat kasus ini.
More Stories
Menaker Yassierli Fokus Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja Indonesia Melalui Kolaborasi dengan Perguruan Tinggi
Lomba Menulis Khotbah Jumat Sambut Hari Persaudaraan Manusia 2025
Antisipasi Penyebaran PMK di Sumatera Barat, 54 Ribu Dosis Vaksin Ternak Disiapkan