2 Desember 2024

Jakarta Utara Pos

Kabar Warta Kekinian

Putin: Rusia Terbuka untuk Negosiasi Damai dengan Ukraina, Kepentingan Keamanan Jadi Prioritas

Putin: Rusia Terbuka untuk Negosiasi Damai dengan Ukraina, Kepentingan Keamanan Jadi Prioritas

https://www.kompas.com/

Jakut Pos – Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan bahwa negaranya tetap terbuka untuk melanjutkan negosiasi damai terkait konflik Ukraina. Hal ini disampaikan dalam percakapan telepon dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Jumat, 15 November 2024. Putin menyatakan bahwa Rusia tidak pernah menolak perundingan, meskipun dialog sempat terhenti karena tindakan rezim Kiev yang dianggap menghambat proses tersebut.

Rusia Siap Melanjutkan Dialog Damai

Menurut pernyataan resmi dari Kremlin, Putin menyampaikan kepada Scholz bahwa Rusia selalu bersedia untuk melanjutkan negosiasi politik dan diplomatik guna menyelesaikan konflik di Ukraina. “Pihak Rusia tidak pernah menolak dan tetap terbuka untuk melanjutkan perundingan yang sempat terhenti oleh rezim Kiev,” ungkap Kremlin dalam pernyataannya.

Putin menekankan bahwa proposal Rusia untuk perundingan sudah lama diajukan dan secara rinci disampaikan dalam pidatonya di Kementerian Luar Negeri Rusia pada Juni lalu. Kremlin mencatat bahwa Rusia siap untuk mempertimbangkan berbagai opsi penyelesaian konflik, selama kesepakatan tersebut memperhitungkan kepentingan keamanan Rusia. Putin menekankan pentingnya memperhitungkan realitas teritorial baru yang terjadi akibat perang dan konflik yang berkepanjangan di wilayah tersebut.

Kepentingan Keamanan Rusia Menjadi Prioritas

Putin menyampaikan kepada Scholz bahwa potensi perjanjian damai harus mempertimbangkan sejumlah faktor kunci. Salah satu aspek yang ditekankan adalah kepentingan keamanan Rusia, terutama mengingat meningkatnya ketegangan akibat kebijakan yang dianggap agresif dari NATO. “Perjanjian mengenai Ukraina harus mempertimbangkan kepentingan keamanan Rusia serta berangkat dari realitas teritorial baru yang ada saat ini,” jelas Kremlin.

Dalam pandangan Putin, situasi krisis yang berlangsung di Ukraina tidak lepas dari upaya NATO yang dianggapnya bertujuan menciptakan pijakan anti-Rusia di wilayah tersebut. Putin mengkritik kebijakan ekspansionis NATO, yang menurutnya telah memicu ketidakstabilan di kawasan dan menyebabkan konflik dengan Rusia.

NATO dan Pengaruhnya Terhadap Krisis Ukraina

Putin secara terbuka menyalahkan kebijakan NATO atas konflik yang terjadi di Ukraina. Menurutnya, organisasi aliansi militer tersebut berupaya untuk memperkuat posisinya di Eropa Timur dengan menjadikan Ukraina sebagai sekutu, yang kemudian memicu reaksi keras dari Rusia. Rusia memandang ekspansi NATO sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasionalnya, terutama ketika negara-negara tetangga yang memiliki hubungan historis dan geografis dengan Rusia mulai menjalin hubungan militer yang lebih erat dengan NATO.

Putin menganggap bahwa Ukraina, dengan dukungan dari NATO dan negara-negara Barat, telah berusaha untuk mengubah orientasi geopolitiknya menjadi anti-Rusia. Hal ini, menurut Putin, merupakan akar masalah yang memicu ketegangan dan konflik yang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina.

Hubungan Rusia dan Jerman yang Memburuk

Selama percakapan telepon tersebut, Putin juga menyinggung memburuknya hubungan antara Rusia dan Jerman. Ia menyatakan bahwa hubungan bilateral kedua negara saat ini berada pada titik terendah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut Putin, kondisi ini merupakan hasil dari tindakan otoritas Jerman yang dianggapnya tidak bersahabat terhadap Rusia.

Putin menyampaikan bahwa tindakan Jerman yang mendukung sanksi-sanksi internasional dan memperkuat dukungan militer untuk Ukraina telah memperburuk hubungan diplomatik kedua negara. Sebagai salah satu negara yang memiliki hubungan historis dan ekonomi yang cukup erat dengan Rusia, kebijakan Jerman dianggap sebagai bentuk penghianatan terhadap kerja sama yang telah dibangun selama beberapa dekade terakhir.

Jerman, bersama dengan negara-negara anggota Uni Eropa lainnya, telah memberlakukan serangkaian sanksi terhadap Rusia sejak invasi ke Ukraina dimulai pada 2022. Sanksi-sanksi tersebut mencakup pembatasan ekonomi, larangan perdagangan, dan penghentian proyek-proyek kerjasama energi yang selama ini menjadi pilar hubungan ekonomi antara kedua negara. Langkah ini diambil sebagai bentuk dukungan terhadap Ukraina dan untuk menekan Rusia agar menghentikan agresi militernya.

Tantangan Diplomasi untuk Mengakhiri Konflik

Percakapan telepon antara Putin dan Scholz mencerminkan kompleksitas diplomasi internasional yang saat ini sedang berlangsung untuk menyelesaikan konflik Ukraina. Rusia, meskipun mengklaim terbuka untuk negosiasi, terus mengedepankan kepentingan keamanan nasionalnya sebagai syarat utama dalam setiap pembahasan perjanjian damai. Hal ini menjadi tantangan besar bagi para negosiator internasional, mengingat Ukraina dan sekutu-sekutunya di NATO memiliki pandangan yang berbeda mengenai penyelesaian konflik ini.

Sebagai salah satu negara kunci dalam perundingan damai, Jerman diharapkan bisa memainkan peran yang lebih aktif dalam mencari solusi diplomatik yang menguntungkan semua pihak. Kanselir Scholz sendiri telah berulang kali menyerukan penghentian kekerasan dan mempromosikan dialog damai sebagai jalan keluar dari konflik yang telah menyebabkan kerugian besar di kedua belah pihak.

Namun, dengan posisi Rusia yang menuntut pengakuan atas “realitas teritorial baru” dan kepentingan keamanan nasionalnya, kesepakatan damai tampaknya masih jauh dari jangkauan. Situasi ini menunjukkan betapa kompleksnya proses diplomasi dalam menyelesaikan konflik yang melibatkan berbagai kepentingan nasional dan geopolitik yang saling bertentangan.

Secara keseluruhan, upaya untuk melanjutkan negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina masih menemui banyak hambatan. Namun, dengan meningkatnya tekanan internasional untuk menghentikan konflik dan memulihkan stabilitas di kawasan, kemungkinan pembicaraan lebih lanjut di masa mendatang tetap terbuka.