Jakut Pos – Keraton Yogyakarta mengajukan gugatan hukum terhadap PT Kereta Api Indonesia (KAI) terkait status tanah Sultan Ground yang digunakan sebagai lahan emplasemen Stasiun Tugu Yogyakarta dan area sekitarnya. Gugatan ini dilayangkan karena PT KAI mencatatkan tanah berstatus Sultan Ground sebagai aset atau aktiva tetap dalam laporan keuangannya, yang dianggap melanggar kesepakatan dan aturan administrasi tanah.
Sri Sultan Hamengkubuwono X, sebagai Raja Keraton Yogyakarta, membenarkan adanya gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Yogyakarta. Menurut Sultan HB X, langkah hukum ini ditempuh setelah melalui berbagai upaya komunikasi dengan pihak PT KAI dan instansi pemerintah terkait, termasuk Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Kementerian Keuangan. Namun, tidak ada kesepakatan yang tercapai untuk mengembalikan status tanah Sultan Ground sebagai milik Keraton Yogyakarta.
Latar Belakang Sengketa
Tanah Sultan Ground merupakan tanah milik Keraton Yogyakarta yang memiliki status khusus, di mana penggunaannya berada di bawah kendali dan wewenang Keraton. Dalam konteks ini, Sultan HB X menjelaskan bahwa sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT KAI memiliki aset yang terpisah dari aset negara. Namun, ketika PT KAI mencatatkan tanah Sultan Ground sebagai aset perusahaan, hal tersebut dianggap melanggar prinsip-prinsip kepemilikan tanah yang diatur dalam hukum adat dan administrasi tanah di Yogyakarta.
“BUMN itu kan punya aset yang dipisahkan dari (aset) negara. Sultan Ground jadi aset BUMN, PT KAI. Kita bersepakat PT KAI tidak bisa melakukan itu,” ujar Sultan HB X pada Jumat (15/11). Sultan menegaskan bahwa tanah Sultan Ground seharusnya tidak dapat diklaim sebagai aset perusahaan tanpa persetujuan dari Keraton Yogyakarta, karena tanah tersebut memiliki status historis dan kultural yang diakui oleh negara sebagai milik Keraton.
Upaya Komunikasi dan Proses Hukum
Sebelum mengajukan gugatan, Keraton Yogyakarta telah berupaya untuk menyelesaikan permasalahan ini melalui jalur komunikasi dengan berbagai pihak terkait. Sultan HB X menjelaskan bahwa pembicaraan telah dilakukan dengan PT KAI, Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Kementerian Keuangan. Namun, tidak ada pihak yang berani memutuskan perubahan status tanah tersebut menjadi Sultan Ground kembali.
“Ya kalau mereka tidak sepakat, saya tidak ke pengadilan kok. Lha iya tho,” ucap Sultan HB X dengan nada tegas. Ia menambahkan bahwa gugatan ini bukan bertujuan untuk menghentikan penggunaan tanah oleh PT KAI, melainkan untuk mengembalikan status administrasi tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di wilayah Yogyakarta.
Sultan HB X menegaskan bahwa tuntutan utama dalam gugatan ini adalah mengembalikan status tanah yang saat ini dicatatkan sebagai aset PT KAI menjadi Sultan Ground. Dengan demikian, PT KAI tetap dapat menggunakan lahan tersebut untuk operasional Stasiun Tugu dan fasilitas kereta api lainnya, namun dengan pengakuan bahwa tanah tersebut adalah milik Keraton Yogyakarta, bukan milik PT KAI.
Tuntutan Keraton: Mengutamakan Tertib Administrasi
Dalam pernyataannya, Sultan HB X menekankan bahwa tujuan utama gugatan ini adalah untuk menegakkan tertib administrasi. “Kalau saya luasnya enggak penting. Yang penting administrasi saja. Udah itu saja. Ndak ada perubahan apa-apa (terkait pemanfaatan lahan),” ujar Sultan HB X. Hal ini menunjukkan bahwa fokus gugatan bukan pada sengketa kepemilikan fisik atau penggunaan lahan, melainkan pada status legal tanah yang perlu diperjelas dan diperbaiki sesuai aturan.
Sultan HB X juga menjelaskan bahwa PT KAI tetap dapat memanfaatkan lahan tersebut selama penggunaan tanah dilakukan dalam kerangka pemanfaatan Sultan Ground yang diakui oleh Keraton. Dengan demikian, fungsi Stasiun Tugu dan fasilitas terkait tidak akan terganggu, namun status legal tanah akan diubah untuk mencerminkan kepemilikan yang sah sesuai dengan hukum adat Yogyakarta.
Dampak Gugatan dan Harapan Penyelesaian
Gugatan yang diajukan oleh Keraton Yogyakarta ini mencerminkan upaya mempertahankan hak atas tanah yang memiliki nilai historis dan kultural penting bagi Keraton dan masyarakat Yogyakarta. Sebagai tanah Sultan Ground, lahan tersebut memiliki status khusus yang dilindungi oleh hukum adat dan diakui dalam konteks hukum nasional. Sengketa ini juga menyoroti pentingnya tertib administrasi dalam pengelolaan aset negara dan BUMN, terutama yang berkaitan dengan tanah berstatus adat atau tanah milik kesultanan.
Keputusan untuk membawa masalah ini ke pengadilan menunjukkan tekad Keraton Yogyakarta untuk mempertahankan hak atas tanahnya dan memastikan bahwa status tanah tersebut diakui sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sultan HB X berharap bahwa proses hukum ini dapat berjalan dengan adil dan memberikan kepastian hukum terkait status tanah Sultan Ground di Stasiun Tugu Yogyakarta.
Dengan gugatan ini, diharapkan ada kejelasan dan pengakuan status tanah yang sesuai dengan aturan adat dan administrasi yang berlaku di Yogyakarta. Selain itu, langkah ini juga diharapkan dapat menjadi preseden bagi penyelesaian sengketa tanah serupa di masa mendatang, sehingga tidak ada lagi aset-aset yang dicatatkan secara tidak sah oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.
Pada akhirnya, Keraton Yogyakarta menegaskan bahwa mereka tidak bermaksud menghambat operasional PT KAI atau mempersulit penggunaannya atas lahan tersebut. Namun, Keraton ingin memastikan bahwa semua pihak mematuhi aturan dan prinsip kepemilikan tanah yang telah diatur, sehingga tidak ada lagi sengketa yang muncul akibat masalah administrasi tanah di kemudian hari.
More Stories
Permintaan Maaf Perdana Menteri Thailand atas Pembantaian Tak Bai: 20 Tahun Berlalu
Kebocoran Dokumen Rahasia: Rencana Serangan Israel Terhadap Iran
Serangan Israel di Iran: Fokus pada Target Militer, Bukan Fasilitas Nuklir