Jakut Pos – Majelis hakim Pengadilan Negeri Lubuklinggau, Sumatera Selatan, telah menjatuhkan vonis 14 bulan penjara kepada NP (40) yang terbukti menyiram air keras kepada AD (30), seorang pria yang sering mengintipnya. Kasus ini berawal dari kekesalan NP yang merasa terganggu dengan perilaku AD yang kerap mengganggunya dengan mengintipnya di berbagai kesempatan, baik saat mandi maupun tidur. Keputusan vonis ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang mengajukan hukuman 20 bulan penjara. Meskipun demikian, NP menerima keputusan tersebut dan memutuskan untuk tidak mengajukan banding, berharap bahwa orang bisa menilai sendiri mana yang benar dan salah.
Menurut kuasa hukum NP, Dian Burlian, kejadian ini terjadi karena perasaan kesal NP terhadap AD, yang pada awalnya mengaku cinta kepadanya. Namun, tindakan AD yang terus mengganggu dan mengintip NP di malam hari menjadi pemicu utama. Bahkan, AD yang berstatus bujangan ini tidak hanya mengintip, tetapi juga sempat mematikan lampu rumah dan mencuri pakaian dalam milik NP. Hal ini berlanjut berulang kali meskipun NP sudah melaporkan kejadian tersebut kepada kepala desa (kades) setempat. Kades sempat memberi peringatan kepada AD dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, namun kenyataannya, AD terus saja mengganggu NP.
Pada malam 9 Mei 2024, saat AD kembali mengintip, NP yang sudah sangat kesal akhirnya memutuskan untuk menyiram AD dengan air. Namun, meskipun disiram air, AD tidak menghindar dan tetap bertahan. Merasa kesal, NP kemudian mencampur air dengan air keras ke dalam gayung dan menyiramkannya ke tubuh AD. Tindakan tersebut membuat AD lari dan merasa perih, yang akhirnya membuatnya dilarikan ke rumah sakit untuk penanganan medis. Luka-luka yang diderita AD cukup parah, dan ia harus menjalani perawatan selama 14 hari di rumah sakit.
Selama perawatan, keluarga AD menuntut tanggung jawab dari NP dan meminta uang damai sebesar Rp60 juta sebagai kompensasi atas perawatan rumah sakit. Namun, NP yang bekerja sebagai buruh sawit merasa tidak mampu memenuhi permintaan tersebut. Meskipun ada bantuan dari pihak ketiga yang mengupayakan pembayaran Rp20 juta, keluarga AD tetap ngotot meminta uang sebesar Rp60 juta. Akibat kegagalan dalam proses damai tersebut, keluarga AD melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian dan menetapkan NP sebagai tersangka.
Setelah proses hukum berjalan, NP akhirnya dijatuhi hukuman penjara selama 14 bulan. Keputusan ini cukup mengejutkan, mengingat sebelumnya NP terancam dijerat dengan pasal penganiayaan berat. Namun, setelah melalui proses persidangan, NP hanya dinyatakan bersalah atas pelanggaran pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan ringan. Kuasa hukum NP menyatakan bahwa meskipun terdakwa telah menerima putusan tersebut, ia tetap berfokus pada upaya pembebasan bersyarat karena kedua anak NP yang masih kecil membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari ibunya.
Kejadian ini juga mendapat perhatian dari warga desa tempat NP tinggal. Di desa itu, NP tidak memiliki keluarga dekat setelah perceraian dengan suaminya pada tahun 2021. Meski begitu, warga desa dan kepala desa memberikan perhatian yang baik kepada NP dan kedua anaknya. Sebelum NP dipenjara, kedua anaknya sempat tinggal dengan neneknya, tetapi mereka merasa tidak betah dan akhirnya terlantar di kampung. Beruntung, warga desa setempat memberi perhatian kepada mereka dengan memberi makanan dan tempat tinggal sementara.
Selama proses persidangan, majelis hakim berusaha mencari jalan damai dengan mendekati pihak keluarga AD. Bahkan, AD sendiri sempat menyampaikan permintaan maaf kepada NP, dengan mengaku bahwa meskipun ia terluka, ia tetap mencintai NP. “Saya tetap cinta mati sama dia, meskipun dia bikin saya begini,” kata AD dalam sidang yang membuat hakim dan semua orang terenyuh. Namun, usaha damai ini gagal karena salah satu keluarga AD menuntut uang damai yang tidak dapat dipenuhi oleh NP.
Sementara itu, kuasa hukum NP mengungkapkan bahwa dirinya tidak akan mengajukan laporan balik kepada polisi. Meskipun NP juga menjadi korban dari tindakan AD yang mengganggunya, ia memilih untuk tidak memperpanjang kasus ini. “Jika NP ingin melapor, bukti-bukti dan saksi-saksi ada, tetapi dia tidak mau melaporkan AD karena khawatir akan diganggu lagi setelah keluar dari penjara,” jelas Dian. Harapannya, dengan vonis ini, AD akan jera dan tidak mengulangi perbuatannya.
Kini, fokus utama kuasa hukum NP adalah pengajuan pembebasan bersyarat (PB), mengingat NP harus segera dibebaskan demi kelangsungan hidup kedua anaknya yang masih kecil dan membutuhkan perhatian seorang ibu. Pihak kuasa hukum berharap ada pertimbangan hukum yang dapat mempercepat pembebasan NP, agar ia dapat kembali berkumpul dengan keluarganya dan melanjutkan hidupnya dengan lebih baik.
More Stories
Permintaan Maaf Perdana Menteri Thailand atas Pembantaian Tak Bai: 20 Tahun Berlalu
Kebocoran Dokumen Rahasia: Rencana Serangan Israel Terhadap Iran
Serangan Israel di Iran: Fokus pada Target Militer, Bukan Fasilitas Nuklir