Jakut Pos – Pada awal November 2024, Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Jawa Barat berhasil menggagalkan peredaran obat keras ilegal sebanyak 1 juta butir. Penangkapan ini merupakan hasil pengungkapan sebuah rumah produksi yang terletak di Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol. Jules Abraham Abast, menjelaskan bahwa penggerebekan ini dilakukan setelah pihak kepolisian menerima informasi mengenai aktivitas ilegal tersebut.
Menurut Jules, tim gabungan dari Polda Jawa Barat melakukan penggeledahan di rumah yang diduga sebagai lokasi produksi obat keras ilegal dan berhasil mengamankan enam orang tersangka dengan inisial WN, SK, CS, RC, SG, dan AM. Para pelaku ini diduga memproduksi dan mengedarkan obat keras ilegal dengan menggunakan mesin yang mengolah bahan baku menjadi tablet obat yang mengandung trihexyphenidyl berlogo LL. Obat-obat yang diproduksi tersebut, kata Jules, diedarkan ke wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur menggunakan jasa rental mobil untuk proses distribusinya.
Selain itu, Polda Jawa Barat juga berhasil mengungkap kasus serupa di wilayah Tasikmalaya. Di sana, petugas mengamankan tiga tersangka berinisial SY, AA, dan IF. Dari hasil penyidikan, petugas menemukan mesin cetak obat keras ilegal serta lima kilogram bahan baku hexymer yang belum diproduksi menjadi obat. Direktur Narkoba Polda Jawa Barat, Kombes Pol. Johannes Manalu, menyebutkan bahwa pihaknya berhasil menggagalkan 1 juta butir obat keras ilegal yang siap edar di wilayah Sumedang. Sementara itu, di Tasikmalaya, mereka berhasil menyita 300 butir obat yang sudah tercetak dan 250 kilogram bahan baku hexymer yang masih dalam bentuk bahan mentah.
Dari hasil pengungkapan ini, pihak kepolisian juga mengungkapkan bahwa harga jual per butir obat keras ilegal tersebut berkisar antara Rp3.000 hingga Rp5.000. Dengan harga tersebut, mereka menjualnya dalam jumlah besar, yakni 1.000 butir untuk 150 gram yang dijual seharga Rp700.000. Sasaran utama dari peredaran obat keras ilegal ini adalah kalangan kelas menengah ke bawah, yang dianggap lebih rentan terhadap penyalahgunaan obat-obatan tersebut.
Atas perbuatannya, para pelaku dikenakan pasal-pasal yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 ayat 1. Mereka diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun serta denda maksimal sebesar Rp5 miliar. Kasus ini menjadi contoh betapa seriusnya ancaman peredaran obat keras ilegal yang tidak hanya merusak kesehatan penggunanya, tetapi juga dapat menimbulkan dampak sosial yang besar bagi masyarakat.
Polda Jawa Barat, dalam hal ini, menunjukkan komitmennya untuk memberantas peredaran obat ilegal dengan melakukan pengungkapan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat yang berperan penting dalam memberikan informasi kepada kepolisian. Dengan semakin maraknya peredaran obat-obatan terlarang, aparat penegak hukum diharapkan dapat lebih intensif dalam melakukan pengawasan dan penindakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan obat-obatan tersebut.
More Stories
Permintaan Maaf Perdana Menteri Thailand atas Pembantaian Tak Bai: 20 Tahun Berlalu
Kebocoran Dokumen Rahasia: Rencana Serangan Israel Terhadap Iran
Serangan Israel di Iran: Fokus pada Target Militer, Bukan Fasilitas Nuklir