2 Desember 2024

Jakarta Utara Pos

Kabar Warta Kekinian

Polda Kepri Ungkap Kasus TPPO Melibatkan Oknum Pegawai BP Batam, Dua Tersangka Diamankan

Polda Kepri Ungkap Kasus TPPO Melibatkan Oknum Pegawai BP Batam, Dua Tersangka Diamankan

https://batam.tribunnews.com/

Jakut Pos – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepulauan Riau (Kepri) sedang mendalami kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan oknum pegawai Badan Pengusahaan Batam (BP Batam). Penyidik telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tersebut, salah satunya adalah oknum pegawai BP Batam, yang diduga terlibat dalam upaya pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal.

Kasus ini terungkap setelah Polda Kepri menerima laporan dari masyarakat terkait adanya dugaan pengiriman pekerja migran ilegal ke Singapura melalui Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre. Laporan tersebut menjadi dasar bagi Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepri untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Dalam penyelidikan tersebut, penyidik berhasil mengidentifikasi dan menangkap dua perempuan yang diduga akan diberangkatkan secara ilegal ke Singapura sebagai pekerja migran.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepri, Komisaris Besar Polisi Dony Alexander, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mengamankan dua orang perempuan yang diduga menjadi korban perdagangan orang. Kedua korban tersebut berinisial LF (37) asal Jawa Timur dan TH (24) asal Nusa Tenggara Barat. Keduanya diamankan di Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre pada 31 Oktober 2024.

Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa kedua perempuan tersebut akan diberangkatkan ke Singapura menggunakan jalur ilegal. Setelah diamankan, penyidik Polda Kepri kemudian melakukan pengembangan dan berhasil menangkap dua orang laki-laki yang diduga bertanggung jawab atas pengurusan pemberangkatan pekerja migran ilegal tersebut. Dua tersangka tersebut berinisial MN (54) yang bekerja sebagai wiraswasta dan RS alias R (50), seorang pegawai negeri sipil (PNS) di BP Batam.

Dony Alexander menjelaskan bahwa kedua tersangka diduga terlibat dalam aktivitas perdagangan orang yang memanfaatkan jalur ilegal untuk mengirimkan pekerja migran ke luar negeri, tanpa melalui prosedur yang sah. Para pelaku diduga telah memanfaatkan posisi mereka untuk mempermudah proses ilegal ini. Dalam kasus ini, petugas berhasil mengamankan sejumlah barang bukti yang akan memperkuat penyelidikan, termasuk dua buku paspor, dua lembar boarding pass kapal, dua lembar tiket kapal laut, tiga unit ponsel, satu buku rekening bank, dan satu kartu ATM.

Saat ini, penyidik Polda Kepri masih melakukan penyelidikan untuk menggali kemungkinan adanya keterlibatan tersangka lain dalam jaringan ini. Selain itu, pihak kepolisian juga berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Kepri untuk proses pemulangan dan penitipan korban ke daerah asalnya. Ini merupakan langkah penting dalam memastikan perlindungan terhadap korban dan memulihkan keadaan mereka setelah terlibat dalam kasus perdagangan manusia.

Tersangka MN dan RS dijerat dengan Pasal 4 juncto Pasal 10 juncto Pasal 48 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Selain itu, mereka juga terancam dikenai Pasal 81 juncto Pasal 69 atau Pasal 83 juncto Pasal 68 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2024 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Para pelaku terancam hukuman yang cukup berat, termasuk pidana penjara dan denda yang besar.

Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya kewaspadaan terhadap perdagangan orang, terutama yang melibatkan pekerja migran yang rentan menjadi korban eksploitasi. Pihak berwenang berkomitmen untuk terus melakukan penindakan terhadap jaringan perdagangan orang dan memastikan bahwa para pelaku kejahatan ini mendapat hukuman yang setimpal. Selain itu, langkah koordinasi dengan berbagai pihak, seperti UPTD PPA, diharapkan dapat membantu mengurangi dampak negatif dari kasus ini bagi para korban.